I. JUDUL PERCOBAAN
Mengisolasi Spora Vesikular Arbuskular Mikoriza
II. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mengetahui berapa banyak spora mikoriza yang terdapt pada tanah
III. DASAR TEORI
A . Mikoriza & Manfaatnya
Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan. Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Phosphates (P) (Anonim 1 ; 2009).
Menurut Anonim 2 (2009), Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman (pertanian, kehutanan, perkebunan dan tanaman pakan) dan membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara (terutama fosfor) pada lahan marginal.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).
Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza. Mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebaranya. Mikorisa tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada (Nuhamara, 1994).
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :
1. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim
2. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin.
3. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.
Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) :
RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 %
Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).
Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Menurut Hakim, dkk (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa pilysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).
Secara umum manfaat yang diberikan dengan penggunaan pupuk hayati mikoriza adalah :
a. Meningkatkan Penyerapan Air & Hara
Tanaman yang bermikoriza (endo-mikoriza) dapat menyerap pupuk P lebih tinggi (10-27%) dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza (0.4-13%). Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat menghemat penggunaan pupuk Nitrogen 50%, pupuk phosfat 27% dan pupuk Kalium 20%.
Jaringan hipa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hipa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hipa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hipa cendawan juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman.
Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikorisa dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.
b. Menahan Serangan Patogen Akar & Unsur Toksik
Akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena lapisan mantel (jaringan hypa) menyelimuti akar dapat melindungi akar. Di samping itu beberapa mikoriza menghasilkan antibiotik yang dapat menyerang bakteri, virus, jamur yang bersifat patogen.
Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Imas et al (1993) menyatakan bahwa struktur mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar. Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Adanya selaput hipa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen.
2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen.
3. Cendawan mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen.
4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.
Namun demikian tidak selamanya mikoriza memberikan pengaruh yang menguntungkan dari segi patogen. Pada tanaman tertentu, adanya mikoriza menarik perhatian zoospora Phytopthora, sehingga tanaman menjadi lebih peka terhadap penyakit busuk akar.
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikorisa dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hipa cendawan. Khan (1993) menyatakan bahwa VAM dapat terjadi secara alami pada tanaman pioneer di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah
c. Memperbaiki Struktur Tanah dan Tidak Mencemari Lingkungan
Mikoriza dapat meningkatkan struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polysakarida yang dihasilkan cendawan pembentuk mikoriza. Karena bukan merupakan bahan kimia pupuk ini tidak mencemari lingkungan. Mikoriza melalui jaringan hipa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hipa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hipa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hipa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hipa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.
Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah.
d. Pemupukan Sekali Seumur Tanaman
Karena mikoriza merupakan mahluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
B. Golongan Mikoriza
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk kedalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk kedalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM) (Rao, 1994).
Bila menurut Rao golongan mikoriza hanya terdiri dari 2 tipe, berbeda halnya dengan Brundett (2004). Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe :
1. Ektomikoriza
2. Ektendomikoriza
3. Endomikoriza
Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan Hartiq.
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas.
Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuscules (arbuskul) (Brundrett, 2004).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti pada padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998). Sifat cendawan mikoriza ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya bioremidiasi lahan kritis.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat : 1. Timbangan Digital
2. Ayakan
3. Mikroskop
4. Cawan Petri
Bahan : 1. Tanah 200 gram
2. Aquades
V. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Timbang tanah sebanyak 200 gram.
3. Tanah dimasukkan kedalam ayakan, ayakan terdiri dari 3 jenis yaitu kasar, sedang dan halus.
4. Masukan air kedalam ayakan yang telah berisi tanah yang berguna untuk menghancurkan tanah agar dapat diayak hingga yang tersisa diayakan adalah tanah yang halus.
5. Tanah yang halus pada bagian atasnya diambil kemudian dimasukan kedalam cawan petri.
6. Tanah yang didalam petri diambil sedikit untuk diteliti dengan mikroskop.
7. Lihat hasilnya apakah ada spora mikoriza terkandung didalam tanah tersebut.
8. Bahas & Simpulkan
VI. HASIL PENGAMATAN
Dari hasil pengamatan di bawah mikroskop, terdapat 1 buah spora mikoriza. Spora tersebut berbentuk bulat dan memiliki ekor. Serta berwarna orange tua atau merah bata.
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan intuk mengamati spora mikoriza yang terkandung atau terdapat didalam tanah. Seperti yang kita ketahui bahwa Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Phosphates.
Perlakuan pertama yang harus dilakukan yaitu menimbang tanah yang akan digunakan untuk keperluan pengamatan sebanyak 200 gram. Perlakuan kedua yaitu mengayak tanah yang sudah disiapkan dan memasukan air kedalam ayakan yang telah berisi tanah yang berguna untuk menghancurkan tanah agar dapat diayak. Pada proses pengayakan ini harusnya digunaka tiga jenis ayakan yang berbeda. Pengayakan menggunakan ayakan khusus yang terdiri dari ayakan pertama yang kasar, yang kedua ayakan yang sedang (tidak kasar tidak halus) dan ayakan yang ketiga yaitu ayakan yang paling halus yang merupakan ayakan paling bawah Namun, karena keterbatasan alat dan waktu, maka kelompok 3 hanya menggunakan satu jenis ayakan yakni ayakan ketiga yang paling halus atau ayakan terakhir dimana tanah yang masih tertinggal didalam ayakan tersebut yang digunakan untuk pengamatan. Oleh karena itu proses pengayakan tidak terjadi dengan baik dan hasil tanah hasil ayakan pun menjadi kurang halus
Untuk mengamati spora mikoriza yang terdapat didalam tanah tersebut diamati dengan mikroskop karena tidak dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang. Oleh karena itu, tanah hasi ayakan tersebut diletakkan ke dalam cawan Petri di bawah mikroskop untuk diamati.
Hasil dari pengamatan yang dilakukan didapat spora mikoriza didalam tanah sebanyak satu buah. Spora mikoriza tersebut berbentuk bulat dan memiliki ekor. Spora mikoriza ini juga memiliki warna yaitu warna orange tua atau merah bata .
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan dan hasil dari praktikum, maka dapat disimpulkan :
Setiap 10 gram tanah gambut terdapat 1-2 spora mikoriza yang berwarna coklat kemerahan dalam keadaan dormansi.
Pengayakan basah pada tanah gambut mempengaruhi jumlah spora mikoriza yang dapat kita temukan di bawah mikroskop. Pada praktikum, kelompok kami menggunakan ayakan dengan ukuran pori 6,9 µm yang mengakibatkan kami hanya menemukan 1-2 spora mikoriza.
Berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop, menurut kelompok kami spora mikoriza yang kami amati adalah spora dari mikoriza dengan genus Scutellaspora yang menghasilkan azygospora.
IX. SARAN
Untuk keakuratan hasil pengamatan, sebaiknya dilakukan ulangan minimal 1-2 kali perlakuan pada praktikum.
Sebaiknya anda menggunakan mikroskop yang canggih untuk mempermudah anda dalam melihat spora mikoriza dan mengidentifikasi nya ke dalam suatu genus tertentu.
Pengayakan tanah sebaiknya dilakukan berkali-kali dengan menggunakan ayakan-ayakan yang memiliki ukuran pori yang berbeda-beda, dari ukuran pori yang besar ke kecil. Misalnya dari 750 µm; 250 µm; 100 µm; 50 µm; dst.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1 ; www.ddit/perandanprospekmikoriza.press
Anonim 2; www. Kamus ilmiah/PUPUK HAYATI MIKORIZA UNTUK PERTUMBUHAN DAN ADAPTASI TANAMAN DI LAHAN MARGINAL.html
Azcon, R. and F. El-Atrash, 1997. Influence of arbuscular mycorrhizae and phosphorus fertilization on growth, nodulation an N2 fixation (15N) in Medicago sativa at four salinity level. Biol. Fertil. Soils 24 : 81-86.
Aggangan, N.S. B.Dell and N. Malajczuk, 1998. Effects of chromium and nickel on growth of the ectomycorrizal fungus Pisolithus and formation of ectomycorrizas on Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Geoderma 84 : 15-27.
Brundrett, M. 2004. Diversity and classification of mycorrhizal associations. Biol. Rev. 79:473–495.
Hakim, Nurhajati., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Rusdi Saul, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Imas, T., R.S. Hadioetomo, A.W. Gunawan dan Y. Setiadi, 1989.
Iskandar, Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan
Adapsi Tanaman Di Lahan Marginal.
Khan, M.H., 1995. Role of mycorrhizae in nutrient uptake and in the amelioration of metal toxicity. Biotrop Spec. Publ.No56 : 131-137. Biology and Biotechnology of Mycorrhizae.
Killham, K, 1994. Soil ecology. Cambridge University Press. Mikrobiologi Tanah II. Depdikbud Ditjen Dikti, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB.
Kim, K.Y., D. Jordan, and McDonald, 1998. Effect of phosphate-solubilizing bacteria and vesicular-arbuscular mycorrhizae on tomato growth and soil microbial activity. Biol. Fertil. Soils 26 : 79-87.
Munyanziza, E., H.K. Kehri, and D.J. Bagyaraj, 1997. Agricultural intensification, soil biodeversity and agro-ecosystem function in the tropics : the role of mycorrhiza in crops and trees. Applied Soil Ecology 6 : 77-85.
Nuhamara, S.T., 1994. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.
Rao, N.S Subha, 1994. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia
Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Solaiman, M.Z., and H. Hirata, 1995. Effect of indigenous arbuscular mycorrhizal fungi in paddy fields on rice growth and NPK nutrition under different water regimes. Soil Sci. Plant Nutr., 41 (3) : 505-514.
Singh, S., and K.K. Kapoor, 1999. Inoculation with phosphate-solubilizing microorganisms and a vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus improves dry matter yield and nutrient uptake by wheat grown in a sandy soil. Biol. Fertil. Soils 28 : 139-144.
Thomas, R.S., R.L. Franson, and G.J. Bethlenfalvay, 1993 Separation of arbuscular mycorrhizal fungus and root effect on soil aggregation. Soil Sci. Soc. Am. J. 57 : 77-81.
Wright, S.F. and A. Upadhyaya, 1998. A survey of soils for aggregate stability and glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuscular mycorrhizal fungi. Plant and Soil 198 : 97 - 107.
saya senang sekali membaca blog anda.
BalasHapuskami petani lahan gambut di riau susah sekali mendapat info begini
satya pernah dapat kabar, dari akar rumput gajah banyak mengandung mikoriza juga
di lahan gambut, banyak tumbuh tanaman pakis yang tidak pakai pupuk tp tumb uh subur. Apakah dr akar2 pakis ini bisa diambil mikorizanya. Bagaimana cara yang paling mudah bagi petani untuk memperbanyak mikoriza ini ditanaman yang gampang tumbuh di lahan gambut.
mohon kami di balas ya terimakasih
Sahat
buruhntani@gmail.com
nanti akn saya cb mmbntu anda via email. :)
BalasHapuslumayan mmbantu
BalasHapusmkasihh